

Jakarta - Di Jalan Lautze, Karanganyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat, terdapat sebuah bangunan berbentuk ruko berlantai empat yang mengejutkan, karena sebenarnya itu adalah masjid yang didirikan oleh warga keturunan Tionghoa dan tiap tahunnya banyak yang memeluk agama Islam.
Tidak seperti masjid umum, Masjid Lautze tidak memiliki kubah dan menara. Yusman, salah satu pengurus masjid, menjelaskan bahwa masjid ini awalnya didirikan oleh Yayasan Haji Karim Oei.
Sejarah Masjid Lautze dimulai dengan berdirinya Yayasan Haji Karim Oei, yang dinamai setelah seorang tokoh nasional keturunan Tionghoa. Haji Karim Oei, selain aktif dalam kenegaraan pada era Soekarno, juga terlibat dalam keagamaan setelah memilih menjadi mualaf.
"Haji Karim, selain menjadi tokoh agama dan memimpin Muhammadiyah tahun 1939 di Bengkulu, juga merupakan tokoh bangsa. Beliau meninggal pada tahun 1988, dan untuk mengenang perjuangannya, anaknya Alim Karim bersama sahabat-sahabatnya mendirikan yayasan. Masjid Lautze diresmikan pada tahun 1991 oleh yayasan tersebut.
"Yayasan ini, yang melibatkan tokoh ormas Islam dan tokoh Tionghoa muslim, bertujuan fokus menyampaikan informasi Islam kepada etnis Tionghoa di daerah pecinan, mengingat potensi besar mereka untuk mengenal Islam.
Masjid Lautze memiliki arsitektur unik dengan perpaduan warna merah, kuning, dan hijau. Pintu depan masjid dicat merah, dan setelah melewati pintu, pengunjung akan menemui mimbar yang menyatu dengan ruang utama, dengan nuansa hijau dan kuning yang kental. Di dinding masjid, terdapat kaligrafi berhuruf Arab dan tulisan Cina yang tertata rapi.
Pada lantai dua, tata letaknya hampir mirip dengan lantai satu, menyediakan ruang sholat dan tempat wudhu. Lantai tiga difungsikan sebagai kantor untuk pengurus dalam mengurus administrasi, sementara lantai empat digunakan sebagai ruang pertemuan. Meskipun berada di kawasan pecinan, Masjid Lautze diterima dengan baik oleh masyarakat sejak didirikan. (rendie_19)